Korporasi Media Massa Di Indonesia

Fenomena saat ini yang terjadi di dunia pers adalah “korporasi media”. Fenomena tersebut terjadi karena penguasaan institusi media atau pers oleh jaringan kapitalis, dengan menguasai institusi media sebanyak-banyaknya, baik itu media cetak maupun media elektronik.
Beberapa contoh korporasi media yang ada di Indonesia diantaranya :

  • Media Nusantara Citra (MNC) Group milik Hary Tanoesoedibjo
  • Mahaka Group milik Erick Tohir
  • Kelompok Kompas Gramedia milik Jakob Oetama
  • Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan
  • Media Bali Post Group milik Satria Narada
  • Elang Mahkota Teknologi (EMTEK) Group milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja
  • Lippo Group milik James T Riady
  • Bakrie & Brothers milik Anindya Bakrie
  • Femina Group milik Pia Alisyahbana dan Mirta Kartohadiprodjo
  • Media Group milik Surya Paloh
  • Mugi Reka Aditama (MRA) Group milik Dian Muljani Soedarjo
  • Trans Corporation milik Chairul Tanjung
  • Tempo Group milik Goenawan Muhammad
  • Bisnis Indonesia Group milik R Sukamdani S Gitosardjono

Ini hanya sekadar contoh tentang fenomena korporasi media. Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama, asal dilakukan dalam proporsi dan koridor yang benar. Karena ada UU yang mengatur pembatasan. Korporasi media ini nampaknya akan terus berlangsung, mengingat institusi bisnis ini memiliki prospek lumayan dahsyat. Apalagi tren pertumbuhan media (cetak) makin meningkat.

Media cetak maupun elektronik memiliki potensi besar dalam proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terlebih dikaitkan dengan fungsi pers, semuanya bermuara pada pembentukan opini, dan sekaligus memberikan pengaruh pada masyarakat, berdasar info yang disajikannya.

Seiring berjalannya waktu, fenomena ini juga menimbulkan masalah-masalah baru misalnya dampak dari koprorasi ini akan sangat bepengaruh terhadap profesionalitas wartawan. Wartawan yang disebut “awak pers” kini menjadi “buruh pers”, karena bekerja sesuai keinginan perusahaan.

Contoh lainnya yaitu jika korporatnya berasal dari dunia politik, maka buruh pers tadi mau tidak mau harus menjadi orang yang akan (suka) menipu, menulis berita kampanye politik atau kegiatan partai secara berlebihan. Berita partai akan selalu melebihi dari kenyataan yang ada  di lapangan.

Jadi bagaimanakah solusi untuk menyelesaikan masalah ini? Jika dibiarkan, sepertinya bukan pilihan yang terbaik. Tetapi melarang kaum kapitalis terjun ke industri pers juga bukan pilihan. Yang mungkin dilakukan adalah perlunya gerakan bersama masyarakat pers, khususnya wartawan, untuk tidak terjebak dalam permainan kaum kapitalis dan politisi. Mereka harus memosisikan dirinya sebagai pekerja pers, yang mengemban amanah idealisme, untuk kepentingan rakyat banyak.

 

Leave a comment